Panglima Burung Yang Hampir Punah, Burung Khas Kalimantan

Masyarakat Indonesia khususnya Kalimantan harus tau, kalau di hutan kita tercinta ini banyak sekali jenis-jenis burung yang sangat cantik. Di Pulau Kalimantan ada beberapa burung istimewa yang sangat cantik. Salah satunya adalah burung enggang, biasa disebut sebagai burung penghuni seluruh hutan Kalimantan. 

Burung enggang adalah burung yang terdiri dari 57 spesies yang tersebar di Asia dan Afrika. Ke-14 spesies diantaranya terdapat di Negeri kita tercinta, Indonesia. Diantara kesemua spesies yang ada di Indonesia, jenis enggang yang paling besar dan istimewa berasal dari Kalimantan Barat, sering dikenal dengan sebutan burung Enggang Gading.

Burung enggang memiliki ciri khas pada paruhnya yang besar seperti memakai mahkota, paruhnya bahkan kadang-kadang melebihi ukuran kepalanya. Beberapa jenis mempunyai kulit yang tidak berbulu di sekitar mata dan kerongkongannya ,sayap dan ekornya panjang dan lebar. Bulu ekor umumnya ada 10 helai, pada bagian ekornya yang kecil terdapat kelenjar minyak. Burung enggang selalu terbang tinggi, enggang juga tak pernah makan di tanah.

Warna bulunya hitam dengan warna putih pada bagian sayap, ekor, dan perut.  Jantandan betina hampir serupa, panjang Tubuhny sekitar 60-130cm. Kakinya pendek di bandingkan dengan besar tubuh dan paruhnya. 

Burung enggang dapat hidup sangat lama. Usianya sekitar 35 sampai 40 tahun di alam liar. Burung enggang juga termasuk hewan yang setia kepada pasangannya. 

Burung enggang juga memiliki suara yang sangat kesar, biasanya setiap terbang burung ini selalu mengeluarkan suaranya yang khas dan keras itu.

Karena keistimewaannya tersebutlah, burung ini oleh pemerintah provinsi Kalimantan Barat dijadikan sebagai maskot provinsi.

Salah satu mitos yang beredar mengatakan bahwa burung enggang adalah jelmaan dari Panglima Burung. Panglima Burung adalah sosok yang tinggal di gunung pedalaman kalimantan dan berwujud gaib dan hanya akan hadir saat perang. Umumnya burung ini dianggap sakral dan tidak diperbolehkan untuk diburu apalagi dimakan. Bila ada burung enggang yang ditemukan mati, jasadnya tidak dibuang. Bagian kepalanya digunakan untuk hiasan kepala. Rangka kepala burung enggang yang keras bertulang akan tetap awet bentuknya. Hiasan kepala inipun hanya boleh digunakan oleh orang-orang terhormat.

Burung enggang di anggap burung keramat khususnya oleh suku dayak, karna mereka percaya bahwa burung enggang adalah jelmaan panglima burung yang perkasa. 

Karakter burung enggang ini menjadi simbol kebesaran dan kemuliaan yang melambangkan suku Dayak.

Hampir keseluruhan bagian tubuh enggang selalu disimbolkan dalam benda yang digunakan dalam keseharian masyarakat dayak , misalnya rumah adat, baju adat, bahkan tattoo yang melambangkan burung ini.  Bulu-bulu burung enggang juga menjadi hiasan dalam pakaian adat suku Dayak Kenyah dan atribut dalam tarian tradisionalnya.

Burung ini juga menjadi ornamen yang tersebar di dalam Lamin Adat, rumah tradisional suku Dayak,  seperti di pintu, di tembok, di langit-langit serta di atribut yang dikenakan masyarakat suku Dayak. 

Enggang hampir tidak bisa dilepaskan dari kehidupan suku dayak di Kalimantan. Burung Enggang memiliki makna tersendiri bagi suku dayak yang mana menjadi salah satu tanda kedekatan manusia  dengan alam sekitar mereka.

Namun sekarang ini burung yang penuh karismatik ini merupakan burung langka yang sudah sangat sulit di temui di hutan Kalimantan, ini dikarenakan pengerusakan hutan Kalimantan yang terus-menerus terjadi, seperti kebakaran hutan, penebangan hutan illegal , maupun untuk dijadikan lahan perkebunan kelapa sawit.

Nasib burung enggang ini sekarang sama seperti nasib suku Dayak di Kalimantan yang semakin terpinggirkan di tanahnya sendiri. Hal ini juga diperparah dengan maraknya perburuan yang dilakukan masyarakat sekitar. 

Harga persatu kepala burung Enggang sangatlah mahal bahkan sampai berjuta-juta. Karena harganya yang mahal banyak warga pedalaman berlomba berburu burung tersebut dihutan.

Hingga sekarang burung enggang sangat sulit ditemukan.