Pahlawan yang terlupakan, Sultan Hamid II
PAHLAWAN YANG TERLUPAKAN?
Siapakah sosok yang terlupakan itu ?
Siapakah sosok yang terlupakan itu ?
Sultan Hamid II. Iya, dialah yang di tuduh dan dipenjarakan selama 10 tahun lamanya. Ketika pria kelahiran 1913 ini meninggal dunia lebih dari 35 tahun silam, jasadnya bahkan tidak dikubur di makam pahlawan.
Dia dilupakan, karena dituduh terlibat peristiwa Westerling, termasuk ingin membunuh Sultan Hamengkubowo, Menteri Pertahanan saat itu.
Walaupun Sultan Hamid II membantah terlibat dalam upaya kudeta Westerling, pengadilan MA menyatakan dirinya bersalah. Kemudian dia dihukum penjara sepuluh tahun. Disitulah namanya habis ,dan dianggap sebagai pengkhianat.
Siapakah sebenarnya Sultan Hamid II??
Sultan Hamid II adalah sultan ketujuh dari Kesultanan Kadriyah Pontianak. Dialah yang menggambar lambang negara, yang dikenal dengan Garuda Pancasila.
Sultan Hamid II lahir di Pontianak, pada 12 Juli 1913. Ia ditunjuk sebagai Sultan Pontianak pada 29 Oktober 1945, menggantikan ayahnya Sultan Syarif Muhammad Alkadrie (Sultan Pontianak keenam), yang dibunuh oleh Jepang.
Sultan Hamid II merupakan keturunan Arab (Ahlul Bayt Rasulullah SAW)
Sultan Hamid II meninggal di Jakarta pada 30 Maret 1978 di usia 64 tahun, dan dimakamkan di Kompleks Makam Sultan Pontianak, di Batu Layang, Pontianak Utara, Kalimantan Barat.
Sultan Hamid termasuk salah satu sosok yang menyokong konsep negara Federal. Saat itu Indonesia terbagi menjadi beberapa negara bagian boneka bentukan Belanda dan Kalimantan Barat akan dipecah menjadi negara baru dengan otonomi khusus. Meski begitu, ia bukanlah sosok yang tidak nasionalis. Ia mendukung pembentukan RIS, namun menolak keinginan pemerintah Belanda untuk menjadikan Kalimantan Barat menjadi negara bagiannya.
Keinginannya sebenarnya sederhana, yaitu ingin adanya daerah istimewa seperti Kesultanan Yogyakarta. Perjuangannya ini bukan tanpa alasan. Apalagi karena provinsi tersebut juga memiliki banyak kesultanan yang cukup terkenal seperti Kerajaan Pontianak, Mempawah, Sambas, Ngabang, Tayang, Sanggau, Semitau, Sintang, dan Tanjungpura. Namun justru niat baik ini yang akhirnya membuatnya dianggap sebagai dalang pemberontakan.
Pada 22 Januari 1950, kurang lebih 800 orang pasukan KNIL yang dipimpin Westerling menghabisi 60 orang tentara RIS dan menduduki beberapa tempat penting di Bandung. Pemberontakan ini dilakukan karena mereka ingin menggulingkan Republik. Mereka akhirnya berhasil diusir dari Bandung oleh pasukan RIS.
Empat hari kemudian, Westerling berencana kembali melakukan kudeta di Jakarta. Namun rencana ini bocor sehingga berhasil digagalkan. Pasukan KNIL berencana membunuh beberapa tokoh Republik termasuk Menteri Pertahanan Sultan Hamengkubuwono IX.
Dalam peristiwa itu, Sultan Hamid II dianggap sebagai dalang pemberontakan dan berkonspirasi dengan kapten KNIL, Raymond Westerling. Ia membantah terlibat dalam pemberontakan, tapi pengadilan tetap menyatakan dirinya bersalah sehingga dihukum penjara sepuluh tahun. Sementara Raymond Westerling sendiri yang memimpin pemberontakan sudah kabur dan keluar dari Indonesia tanpa hukuman.
Pada 8 April 1953, MA mengeluarkan putusan bahwa Sultan Hamid II bersalah tapi hanya berdasarkan “niat”, bukan dengan alat bukti yang cukup. Beberapa pihak menduga bahwa kasus tersebut adalah rekayasa politik untuk membubarkan negara Federal. Maka Sultan Hamid yang merupakan tokoh federal perlu disingkirkan.
Hasil penelitian yang dilakukan Anshari Dimyati, ketua Yayasan Sultan Hamid II, menyebutkan bahwa pemberontakan tersebut tidak dimotori oleh Sultan Hamid II. Ia berpendapat bahwa peradilan saat itu tidak dapat membuktikan dugaan keterlibatan Sultan Hamid, namun ia didakwa bersalah karena opini media massa yang memberitakan tentang kasus tersebut. Akibatnya, ia harus menjalani hukuman penjara 10 tahun.
"Peradilan tidak dapat membuktikan dugaan keterlibatan Sultan Hamid dalam kasus itu"
Bukankah sudah terbukti kalau beliau bukan dalang dari pemberontakan??
Dia bukanlah pengkhianat negara, namun pahlawan negara yang karya ciptanya menduduki peringkat tertinggi di dalam struktur negara, yaitu la sejarah memang bukan matematika yang terukur jelas dan acapkali hanya dimiliki para pemenang. Namun tak semestinya sejarah meniadakan jasa para pesakitan.
Comments
Post a Comment